Kubro Siswo Masih Ada

Ada saat dimana hiburan terasa sangat mahal bagi soerang anak dari keluarga pas-pasan seperti saya. Hiburan alternatif adalah tontonan rakyat semacam Jathilan dan Kubro Siswo. Pada masa jayanya Kubro Siswo sedemikian digemarinya oleh anak seusia saya pada waktu itu (SD/SMP). Dimanapun Kubro Siswo bermain asal terdengar alunan suara gamelan   Kubro kita cari, pernah suatu kali demi menonton jalan kaki sampai daerah Soka (sekarang Artos Mall) jalan kaki dari rumah saya, uedian..!! tengah wengi blasakan turut kampung.. pada masa itu
Tapi sudah garis tuhan, sunnatullah bahwa selain-Nya semua tidak abadi, lambat laun Popularitas Kubro Siswo semakin menurun, sehingga grup-grup kondang semacam dari daerah Bandung Gowak (daerah mana saya juga kurang tahu tp terkenal banget pada masa itu) dan Plembangan Bandongan jarang mendapatkan kesempatan tampil.
Setelah bertapa beberapa saat dan kembali ke dunia persilatan (halah, lagi) terdengar kesenian baru yaitu Ndayakan sekarang lebih populer dengan nama Topeng Ireng yang saat ini sedang naik daun. Padahal menurut pandangan saya, kesenian ini sebenarnya tidak mempunyai akar budaya yang jelas dari segi kostum yang dipakai karena semua pemain kesenian Topeng Ireng ini menyerupai ketua suku Indian Apache yang ada di daratan Amerika. Ndayak atau Ndayakan saya kira itu istilah yang dipaksanakan karena orang Dayak tidak begitu. Selebihnya Topeng Ireng adalah gerakan koreografi tari sederhana yang mengandalkan agresifitas dan kekompakan antar pemain. Jadi apakah Kubro Siswo yang dulu saya gemari sekarang sudah bermetamorfosa menjadi Topeng Ireng? Saya meragukannya.
Berbeda dengan Kubro Siswo yang saya kenal dulu, pemainnya menggunakan seragam dengan hiasan warna-warni lebih terkesan seperti laskar prajurit kerajaan dengan komandan menyerupai Perwira AL dengan seragam putih, selebihnya pemain memang berpakaian adat jawa. Tarian yang disajikan bervariatif dan dinamis, dengan koreografi yang lebih halus jika dibandingkan dengan NDayakan. Dalam Kubro Siswo juga diperagakan atraksi spektakuler (dikenal istilah Main Kumidi) seperti berjalan diatas tambang bahkan naik sepeda di tambang yang dipasang pada batang bambu yang menjulang tinggi. Disamping itu juga ada atraksi kekebalan, ketangkasan bermain api dan lain-lain, ini tidak ditemui pada kesenian Topeng Ireng.
Persamaan ada pada lirik-lirik lagu yang sebagian bernafaskan Islam dan Keunggulan budi pekerti luhur, sehingga dari sisi pesan yang disampaikan dari kedua kesenian ini memang positif dan bermanfaat apabila diperhatikan inti dari lirik-lirik lagunya, terlepas bahwa Ndayakan atau Kubro SIswo merupakan Kesenian Kontemporer yang merupakan gabungan dari beberapa budaya yang ada.
Setelah lammaaa ataaa… banget gak dengar ada Kubro Siswo malam Minggu ini musholla sebelah Mengadakan Khitanan Massal, diarak keliling kampung oleh grup Kubro Siswo dari Plembangan Bandongan yang ternyata masih eksis, karena sudah lama gak pernah ada tontonan seperti ini, penontonpun melimpah ruah sehingga yang tadinya hanya ditanggap untuk mengarak Anak Dikhitan akhirnya mereka mau menghibur warga selama beberapa jam lagi. Ya, merekapun tentu senang sebagai seniman merasa karyanya dihargai dengan banyaknya warga yang menonton.
Semoga kesenian Kubro Siswo ini tetap eksis dan dilestatikan untuk menambah khasanah seni budaya khas lereng Sumbing, Merapi dan Merbabu. Tidak punah seperti kesenian sejenis misalnya Kuntulan, yang saya hanya sekali pernah menontonnya, sesudah itu tidak pernah ada lagi, sampai sekarang.