Kopok (jawa) aka Serumen aka Kotoran Kuping

hari ini tiba surat kawat dari propinsi tentang pengumuman hasil tes STPDN tahun 2008 dari Kab Magelang yang lolos ada 12 anak dan selanjutnya tanggal 10 akan diadakan test kesehatan. dalam salah satu syarat untuk tes kesehatan itu tercantum “membersihkan serumen” nha untuk antisipasi kalo ada peserta yang nanya apa tuh serumen sy googling deh.. eeh ternyata dapat artikel menarik berkaitan dengan hobi tetangga depan rumah saya yang gelo kalo habis mandi pagi nggak ngoroki kuping.. nih dia tak CP begitu aja dari bali post

Kotoran Telinga tak Perlu Dikorek Habis

Seseorang mengeluhkan telinganya yang terasa amat nyeri. Ia bertanya, obat apa yang dapat menyembuhkan telinganya. Ketika balik ditanya, apa yang telah ia lakukan sebelumnya pada telinganya itu, katanya tak ada sesuatu hal yang khusus. Hanya, katanya, sempat ia bersihkan telinganya dengan cotton bud. Ia mengaku, kebiasaan ini telah menjadi bagian dari rutinitasnya, sebab tanpa melewatkan yang satu ini ia merasa telinganya selalu kotor, lengket. Ia pun mengaku jijik dengan tahi telinga. Maka setiap hari dikorek-koreklah telinganya untuk memastikan bahwa telinganya telah benar-benar bersih-licin, bebas dari tilu. Ia baru berhenti mengorek telinga setelah dipastikan bahwa tak ada setitik noda pun melekat lagi. Benarkah tindakannya ini?

BANYAK orang menganggap kotoran telinga, tahi kuping, tilu, atau istilah medisnya serumen, merupakan sesuatu yang bersifat kotor, jorok, menjijikkan, keberadaannya berkait dengan sanitasi seseorang. Fenomena ini tak jarang menjadikan seseorang demikian terobsesinya pada kebersihan telinganya. Sering terdengar ada sebagian masyarakat yang mengorek tahi kupingnya setiap hari. Apakah benar kotoran telinga harus dikikis habis dari telinga? Apakah tahi kuping tidak memiliki fungsi sama sekali?

Mitos yang umum beredar di masyarakat bahwa serumen merupakan kotoran telinga yang wajib dibuang. Jika terdapat kotoran telinga, diyakini ada sejumlah akibat yang dapat ditimbulkannya misalnya telinga terasa gatal, gangguan pendengaran, telinga terasa penuh, dan hal yang utama seringnya dikaitkan dengan tingkat pemeliharaan kebersihan pribadi seseorang. Penumpukan serumen yang berlebihan, menggumpal — sampai menyumbat liang telinga, memang harus dikeluarkan, tetapi dengan menggunakan metode atau cara yang aman.

Sebelum memahami beberapa efek buruk dari kebiasaan mengorek-mengikis habis tahi kuping ini, ada baiknya dipahami sedikit fungsi penting kotoran telinga. Serumen memiliki beberapa manfaat esensial yang mengharuskan orang tetap memelihara eksistensinya dalam jumlah tertentu pada indera pendengarannya. Fungsi itu antara lain sebagai media proteksi terhadap segala bentuk kotoran, debu, pasir, biji tanaman kecil, debris yang masuk, agar tak menembus bagian telinga yang lebih dalam. Dia juga berfungsi menonaktifkan kuman-bakteri yang masuk telinga, mempertahankan kelembaban liang telinga, hingga menangkap serangga yang merayap-terbang kesasar yang terperangkap di dalam lubang telinga. Beragam fungsi penting tersebut dimungkinkan karena kekhasan sifatnya yang lengket, kental, serta berbau khas.

Secara teori, orang tak akan mungkin menjumpai serumen di bagian telinga yang lebih dalam, karena ia hanya diproduksi pada 1/3 liang telinga bagian luar oleh kelenjar serumen berkait dengan beragam fungsi protektif di atas. Pada beberapa keadaan, sering dijumpai justru kotoran telinga terdorong jauh ke dalam, bagaimana ini bisa terjadi? Kebiasaan mengorek telinga dengan cotton bud, bulu ayam, skrip rambut, ujung peniti, merupakan kebiasaan tidak sehat sebagai salah satu biang keladi yang sering dijumpai.

Beragam cara tidak sehat tersebut justru akan mendorong kotoran telinga masuk ke bagian telinga yang lebih dalam, yang jika kebiasaan ini tetap dipertahankan, lama-lama gumpalan serumen akan makin membesar. Ironisnya, itu sampai menyumbat liang telinga. Dampak selanjutnya, beragam gangguan pendengaran seperti suara krebek-krebek, bunyi yang hilang timbul, penurunan tajam pendengaran, atau bahkan bisa sampai berakibat tuli. Sumbatan total pada telinga akan secara otomatis menghalangi hantaran gelombang suara dari luar untuk kemudian melanjutkan beberapa proses penting di dalam telinga sampai akhirnya impuls suara ini dapat diubah ke bentuk suara yang nyata yang dapat didengar.

BagaimanaMenyikapi Kasus infeksi pada telinga sebagai akibat kebiasan mengorek-ngorek telinga menjadi suatu hal yang amat sering dijumpai di masyarakat. Infeksi akan berefek pada timbulnya rasa nyeri-bengkak yang amat sangat pada telinga. Hal ini erat kaitannya dengan anatomi telinga luar dimana kulit telinga luar langsung melekat pada tulang rawan di bawahnya sehingga adanya infeksi akan memberikan rangsangan nyeri yang hebat. Tidak jarang dijumpai beragam metode di atas dapat sampai menciderai — menembus genderang telinga. Kekeringan dinding telinga luar yang menampakkan gambaran pengelupasan sel-sel pembentuknya, merupakan dampak lain yang dapat terjadi.

Selain itu, kebiasaaan buruk ini memudahkan terjadinya perlukaan-perdarahan liang telinga. Pada keadaan yang bersifat ekstrem, pernah pula dilaporkan terjadinya kolaps — pingsan pada seeorang yang sedang asyik mengorek telinganya. Bagaimana kita menyikapi kotoran telinga ini? Sekali lagi, serumen bukanlah kotoran telinga, tetapi justru berfungsi menangkap setiap kotoran yang masuk. Secara alami, setelah produksinya dianggap cukup untuk menjalankan beragam fungsi penting di atas, kelebihannya akan keluar dengan sendirinya ke muara lubang telinga. Nah, kotoran telinga yang menyembul inilah yang dapat dibersihkan dengan menggunakan tisue atau lap basah.

Tetapi, pada beberapa individu ada yang memiliki sifat serumen yang keras, yang sulit keluar secara alami, sehingga dapat menumpuk di lubang telinga. Pada keadaan seperti ini, terdapat beberapa metode yang dapat membantu pengeluaran serumen berlebihan ini, antara lain melalui irigasi telinga dengan menggunakan air hangat, kuretase dengan sendok serumen (semacam kawat kecil yang ujungnya membulat), irigasi dengan menggunakan larutan hydrogen peroxida, dengan larutan yang terdiri dari komposisi vinegar, air, dan peroxida dengan perbandingan 1:1:2.

Sebuah metode yang beberapa waktu lalu sempat populer yaitu teknik pemanasan dengan lilin. Dilaporkan metode ini justru dapat memicu timbulnya infeksi, serumen yang panas dapat pula menimbulkan efek luka bakar pada telinga luar, bahkan akibat yang serius bisa terjadi perforasi dari liang telinga sehingga cara ini tidak dianjurkan penerapannya. Sebuah tips yang sangat sederhana dalam upaya membantu melunakkan kotoran telinga yang keras untuk kemudian mendorongnya keluar yang dapat dengan mudahnya dibuat-dikerjakan di rumah, beberapa waktu lalu sempat dikemukakan oleh Prof. Harvey Coates seorang dokter senior dari Perth, Australia, di tengah-tengah acara pemeriksaan telinga terhadap sejumlah korban bom Bali 12 Oktober yang lalu serta sejumlah masyarakat yang memiliki problem THT. Acara ini diselenggarakan atas kerjasama Yayasan Bali Hati dan Yayasan Kemanusiaan Indonesia (The John Fawcett Foundation). Menurut Harvey yang telah melahirkan puluhan artikel-penelitian di bidang THT ini, penggunaan 1 sendok the baking soda dalam larutan 15 ml air hangat, efektif melunakkkan serumen yang keras. Larutan ini digunakan 3 tetes sehari selama 5 hari.

Harvey juga berpesan, agar masyarakat menghentikan kebiasaan mengorek-ngorek telinga dengan beragam benda atau cara apapun.

* dr. Ossyris Abu Bakar

3 thoughts on “Kopok (jawa) aka Serumen aka Kotoran Kuping

Leave a reply to kipok Cancel reply